Jumat, 11 September 2015

About Fear


Gue suka traveling. Everywhere. Every places. Pantai, gunung, sungai, kota megapolitan, desa, mall, pasar, mana pun. Gue tidak pernah memilih-milih destinasi traveling kecuali dibatasi budget.

Beruntung, dua minggu yang lalu gue dapat kesempatan untuk dinas ke Sibolga. Sibolga men... It would be my very fist time menginjakkan kaki di Pulau Sumatra.

Teman gue menyarankan supaya gue berangkat ke bandara pukul 7.30 pagi. Gila! udah kayak jam ngantor aja, padahal pesawat gue baru akan take off pukul 11.00. Katanya, "Maklum aja hari senin Jakarta macet bro." Gue pun berkompromi untuk menggeser jadwal keberangkatan gue setengah jam lebih awal menjadi pukul 08.00.

Guess what? pukul 08.30 tepat gue sudah tiba di bandara. Dua setengah jam gue mau ngapain? Mati gaya? Nope. Gue udah siapin Critical Eleven masih rapi disampul plastik. Gue pun nyari tempat duduk kosong di sebuah kedai fast food. Tidak perlu cozy for saving a couple of bucks purpose. Yang penting gue bisa duduk dan baca.

Sejam kemudian, pantat gue udah kepanasan. Makanan gue udah habis. Buku baru terbaca puluhan halaman. Di seberang tempat duduk gue ternyata ada Mas Rama, rekan gue yang juga bakal berangkat ke Sibolga. Gue pun menggeser pantat gue ke tempat duduk kosong di mejanya.

Sekitar setengah jam kami habiskan untuk mendiskusikan alternatif solusi atas permasalahan di Sibolga. Sampai jam tangan gue menunjukkan pukul 10.30. "Another half hour remaining," kata gue sambil kabur sebentar untuk setor ke toilet. Dari dalam toilet samar-samar gue mendengar pengumuman, "Mohon perhatian, penumpang pesawat bla bla bla dengan nomor penerbangan xx262 tujuan Pinangsori mengalami keterlambatan dan bla bla bla."

"Is that my plane? Nomor penerbangannya sih sepertinya iya, but where on earth is Pinangsori?"

Saat gue balik, Mas Rama tersenyum sambil berkata, "Our another half our is now tripled."

"Yeah, what can we do except accepting that."

Paling tidak gue excited, setelah dapat informasi dari Mas Rama bahwa pesawat yang akan kami tumpangi bukanlah Boeing atau Airbus tapi Bombardier. It was like two years since last time I am on it. Gue suka naik Bombardier. Tanpa tahu alasannya. Gue rasa karena pesawatnya seksi. It is slim but long. Jangan membandingkan keseksian pesawat ini dengan salah satu organ tubuh manusia ya. Itu tidak akan apple to apple, yang ada kalian bakalan berpikiran ngeres.

Tiba di Pinangsori sudah sore. Butuh waktu satu jam dari bandara menuju Kota Sibolga, tapi tidak sore ini. Hujan turun dengan lebatnya menyambut kedatangan kami. Jadi, durasi perjalanan akan digandakan. Paling tidak kami masih sempat mampir di warung pinggir jalan yang sekaligus pinggir pantai. Pemandangan pantai yang redup tapi indah dan seekor kepiting besar yang lezat sudah cukup untuk membuatku jatuh cinta pada kota ini.

Falling in love to new places is so easy for me, unfortunately not to a girl. But when I do, I fall deeply. Demi apa gue tiba-tiba teringat cewek gue, yang artinya juga teringat ketakutan gue.

Being loved means that you are given a responsibility to protect the heart of the person who loves you. When I fell in love with this girl, I know It will be different. I was ready to love her with all my heart. In the beginning of our relationship, I was sure that my love for her is bigger that hers to me. Now, as the time goes by, I can feel that she's falling deeper and deeper and her love is growing bigger and bigger. I am terrified that someday her love to me is greater that mine to her. I don't know to let go of my fear.

1 komentar: