Jumat, 11 September 2015

Conquer Your Fear First Then You Can Fly!


Gue kangen ketika dia dengan muka serius bertanya ke gue, “Pete, lo sehat?” Padahal dalam hati dia bilang, “Kumat stress lo, Pete?” yang kemudian setelah gue melirik ke arahnya, kami akan tertawa bersama-sama.

Pertanyaan itu selalu dilontarkannya saat dia menyadari gue mulai melakukan hal-hal konyol lagi. Ketika sesuatu mulai mengganggu pikiran gue hingga gue tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk mengusir sesuatu itu dari otak gue, gue selalu melakukan hal-hal yang sebenarnya bukan gue banget. Gue menyanyikan lagu rock sambil teriak-teriak misalnya.

Malam ini gue butuh dia menanyakan pertanyaan itu lagi. Hanya saja dia tidak bisa. Dia seorang sahabat yang biasanya ada buat gue terutama di saat gue sedang butuh dukungannya. Tapi dia tidak pernah memaksa gue untuk bergantung padanya. Masalah gue tetap masalah gue dan gue tetap orang yang harus menyelesaikannya sendiri, tanpanya.

Suatu kali gue sedang sangat bersemangat karena akan melakukan paralayang untuk kali yang pertama banget dalam hidup gue, sayangnya agen paralayangnya sudah tutup saat gue sampai di puncak bukit. Gue heran di saat yang sama gue tidak merasa kecewa atau sedih. Justru gue merasa lega, karena tanpa disadari dibalik semangat gue tadi tersimpan rasa takut. Gue takut ketinggian. Gue takut memasrahkan hidup mati gue di tangan instruktur paralayang.

Meskipun keinginan untuk mencoba paralayang tidak terpenuhi, usaha gue mendaki bukit tidaklah sia-sia. Pemandangan di atas sana begitu indah dan gue tidak terganggu dengan hiruk pikuk orang-orang yang menikmatinya dengan berfoto. Sumpah, kesepian di tengah keramaian itu bego. Tapi waktu itu gue bersamanya. Dia yang membentengi gue dari kebegoan itu.

Ketika kami mulai berkemas untuk pulang, agen paralayangnya mulai beroperasi lagi. Rupanya jam operasi mereka di bagi menjadi dua sesi. Sesi pagi dan sesi sore. Tawaran itu pun datang kembali, “Kita jadi kan paralayangnya?” katanya sambil mengeluarkan kembali kamera kami.

Tiba-tiba gue deg-degan. “Iyalah, jadi,” jawab gue. “Kapan lagi ada kesempatan begini?” Tanya gue dengan nada yang mantap.

“Gue tahu lo takut.”

“Of course you do. You know me so damn well,” gue mengumpat hanya dalam hati, yang keluar dari mulut gue hanyalah, “Tapi gue juga pengin banget.” Kalian pasti tahu rasanya di saat keinginan yang sudah membuncah muncul bersamaan dengan rasa takut yang memuncak. Kasus gue kali ini. Gue selalu bersemangat mencoba hal-hal baru, tapi gue juga fobia ketinggian. Tapi ini bukan sekedar hal baru, ini terbang bro. Bukan terbang di dalam pesawat tapi benar-benar terbang.

Ketika nama gue dipanggil, keringat gue mengucur dan sebelum gue akhirnya benar-benar terbang, gue sempat mendengar dia berbisik “Conquer your fear first then you can fly! The fear is weighing you down.

3 komentar: